Penyelenggaraan pemerintahan umum dan pembangunan di daerah pada dasarnya hanya akan terwujud apabila di daerah dimaksud dapat tercipta ketertiban umum dan ketentraman masyarakat, keadaan dinamis yang memungkinkan pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat melaksanakan berbagai kegiatannya dengan tentram, tertib, dan teratur. Keadaan dimamis seperti itu tentu hanya dimungkinkan apabila peraturan daerah maupun aturan pelaksanaan lainnya dijalankan dan dipatuhi oleh seluruh komponen masyarakat di daerah tersebut.
Untuk menjaga keberlangsungan keadaan dinamis daerah itulah, kemudian dalam Pasal 255 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menegaskan bahwa “Satuan Polisi Pamong Praja dibentuk untuk menegakkan Perda dan Perkada, menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman, serta menyelenggarakan perlindungan masyarakat”. Hal itu berarti bahwa Satuan Polisi Praja memiliki kedudukan strategis dalam mewujudkan pemerintahan daerah yang mandiri, berdaya saing dan melayani masyarakat menuju kehidupan masyarakat daerah yang lebih baik, sehingga Pemerintah Kemudian meneguhkan kedudukan itu dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).
Oleh karena kedudukan strategis Satpol PP berada dalam lingkungan internal dan eksternal yang selalu berubah, maka menurut Undang-Undang 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Satpol PP selaku Organisasi Perangkat Daerah (OPD) harus memiliki rencana strategis (renstra) yang terukur (measureable) dan dapat dipertanggungjawabkan (accountable)